Kamis, 05 November 2015

Sinta Caharina Tarigan - 1506714403 / MID kelas A / PMKI



Wayang Kulit Ditelan Zaman

       A.   Asal – usul wayang kulit

 

Wayang salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan.
Menurut penelitian para ahli sejarah kebudayaan, budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Keberadaan wayang sudah berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke Pulau Jawa. Walaupun cerita wayang yang populer di masyarakat masa kini merupakan adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Kedua induk cerita itu dalam pewayangan banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk menyesuaikannya dengan falsafah asli Indonesia.

 Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indo­nesia setidaknya pada zaman pemerintahan  Prabu Airlangga, raja Kahuripan (976 -1012), yakni ketika kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur-makmur­nya. Karya sastra yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Antara lain, naskah sastra Kitab Ramayana Kakawin berbahasa Jawa Kuna ditulis pada masa pemerintahan raja Dyah Balitung (989-910), yang merupakan gubahan dari Kitab Ramayana karangan pujangga In­dia, Walmiki. Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak lagi hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke bahasa Jawa Kuna, tetapi menggubahnya dan menceritakan kembali dengan memasukkan falsafah Jawa kedalamnya. Contohnya, karya Empu Kanwa Arjunawiwaha Kakawin, yang merupakan gubahan yang berinduk pada Kitab Mahabarata. Gubahan lain yang lebih nyata bedanya derigan cerita asli versi In­dia, adalah Baratayuda Kakawin karya Empu Sedah dan Empu Panuluh. Karya agung ini dikerjakan pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya, raja Kediri (1130 - 1160).

     B.   Kurangnya antusias masyarakat kini pada pertunjukan kesenian tradisional


                    Vs            


Di era modern ini telah berkembang kesenian luar yang mulai masuk dalam jiwa remaja     sekarang. Hal ini disebabkan karena para remaja sekarang menganggap bahwa kesenian tradisional adalah budaya yang ketinggalan jaman atau kuno. Oleh karena itu mereka lebih memilih kesenian luar yang mereka anggap lebih modern dan mengikuti perkembangan jaman. Akan tetapi pada kenyataannya banyak orang asing yang berlomba – lomba untuk mempelajari kesenian kita (Indonesia) – tidak hanya itu ada diantara Negara asing yang mengklaim kebudayaan Indonesia sebagai kesenian mereka.
Dengan demikian penulis sengaa mengambil judul/tema “Kurangnya Keperdulian Remaja Modern Terhadap Kesenian Tradisional” supaya para remaja sekarang lebih sadar bahwa kesenian kita menarik untuk dipelajari dan kita patut bangga terhadap kebudayaan Indonesia yang mempunyai kesenian beraneka ragam. Apabila remaja sudah mulai mempelajari dan melestarikan kesenian tradisional maka kesenian tradisional (Indonesia) akan semakin berkembang dan dikenal oleh banyak orang khususnya dan dunia pada umumnya.


               Kurangnya Antusias masyarakat kini pada kesenian wayang kulit 
  •        Minat masyarakat khususnya generasi muda terhadap seni pertunjukan wayang semakin rendah hal itu disebabkan karena bahasa yang digunakan dianggap terlalu rumit dan susah dimengerti dimana generasi muda lebih mengerti bahasa Indonesia, asing, maupun campuran.

  •   Durasi pertunjukan seni wayang juga dirasakan terlalu lama. Pertunjukan wayang kulit semalam suntuk biasanya mulai pukul 21.00-04.00 atau sekitar tujuh jam, padahal kehidupan sekarang sangat banyak urusannya sehingga penggunaan waktu cukup diperhitungkan.

  •    Pergelaran wayang juga dianggap kurang menarik dan kurang memberikan sensasi audio-visual kepada para penonton.



             C.     PENUTUP

Dengan adanya tulisan ini saya harap para pembaca bisa melestarikan budaya wayang kulit yang merupakan ciri khas kesenian tradisional Indonesia, dan tidak ditelan oleh zaman modern ini.
Seni wayang kulit sendiri mempunyai nilai yang sangat penting bagi bangsa. Karena  didalam setiap ceritanya terkandung nilai moral yang luhur. Cerita-cerita dalam wayang kulit, mengisahkan kehidupan manusia dari lahir sampai mati. Menceritakan tentang ajaran-ajaran budi pekerti yang luhur. Ajaran yang tidak bisa kita dapatkan ketika menonton pertunjukan lain yang hanya sekedar “hiburan”.
            Seni wayang kulit itu, sebenarnya berisi pesan moral yang sangat luar biasa. Karena tiap ceritanya pasti mempunyai pesan yang positif kepada penontonya. Selain itu, falsafah wayang, dalam implementasinya dalam kehidupan berperan penting dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebab, dalam seni wayang terdapat kearifan lokal yang bermanfaat untuk membangun karakter dan jatidiri bangsa Indonesia melalui watak tokoh dalam wayang.

Wayang kulit sebagai karya agung, bukan hanya isapan jempol semata, karena dunia pun sudah mengakui bahwa seni wayang kulit merupakan karya yang agung dan luhur. Terbukti dengan disematkannya penghargaan sebagai masterpiece (karya agung) dari UNESCO kepada seni wayang kulit.

Tentu kita patut bangga dengan adanya penghargaan tersebut. Akan tetapi bukan hanya bangga tanpa diikuti dengan ikut melestarikannya. Kepedulian masyarakat dan pemerintah di negeri ini terhadap wayang kulit sangat diharapkan.
Jangan sampai kesenian tradisional yang penuh pesan moral ini, diaku oleh bangsa lain, sebagai budaya milik mereka. Jika sudah seperti itu, masyarakat sendiri yang akan rugi telah kehilangan seni wayang kulit yang hanya ada di bangsa ini.
Jangan sampai seni wayang kulit tetap hidup, namun seolah mati di negeri sendiri, ditelan kemajuan jaman dan pengaruh modernitas.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar