Rabu, 04 November 2015

Budaya Asing Meruntuhkan Tarian Tradisional



 
Oleh : Maulana Jaffar Iqbal (1506761274)

A.  Pendahuluan

          Tarian Cokek Betawi adalah tarian perpaduan antara etnis Betawi, Banten, dan CIna. Tarian ini lahir di Tangerang pada awal abad ke-19, dimainkan oleh 3 sampai 7 orang, baik wanita maupun wanita. Pakaian yang di kenakan warnanya sangat mencolok dan meriah, saat menarikannya tarian ini diiringi dengan alat music gambang kromong.

            Namun, pada saat-saat seperti sekarang ini dimana banyak berbagai budaya dari luar yang masuk ke dalam negeri dengan mudahnya membuat budaya-budaya tradisional mulai terlupakan, seperti tarian cokek ini yang sudah hampir punah karena kurangnya minat dari masyarakat di karenakan budaya asing yang masuk membuat tarian ini mulai terlupakan. Tentunya dengan harapan untuk kedepan tarian ini bias di minati lagi oleh masyarakat, supaya tarian ini tidak punah.

B. Isi

          Kata Cokek berasal dari bahasa Cina : Cio Kek, artinya penari dan penyanyi. Tari cokek diiringi musik gambang kromong. Dalam sejarah kesenian Betawi, Cokek merupakan salah satu hiburan unggulan. Selain luas penyebarannya juga dengan cepat banyak digemari masyarakat Betawi kota sampai warga Betawi pinggiran. Pada saat itu hampir setiap diselenggarakan pesta hiburan, baik perayaan jamuan perkawinan hingga pesta pengantin sunat, selalu menampikan Cokek sebagai hiburan untuk para tamu undangan. Selain itu pada perayaan pesta rakyat juga kerap kali menghadirkan para penari Cokek yang selalu mempertunjukan kepiawaiannya menari sambil menyanyi. Kelihatannya kurang lengkap jika penari cokek sekadar menari. Karenanya dalam perkembangan selain menari juga harus pintar olah vokal dengan suara merdu diiringi alunan musik Gambang Kromong.

            Dari berbagai sumber yang dapat dipercaya, tari Cokek pada zaman dahulu dibina dan dikembangkan oleh tuan-tuan tanah Cina yang kaya raya. Jauh sebelum Perang Dunia ke II meletus tari Cokek dan musik Gambang Kromong dimiliki cukong-cukong golongan Cina peranakan. Cukong-cukong peranakan Cina itulah yang membiayai kehidupan para seniman penari Cokek dan Gambang Kromong. Bahkan ada pula yang menyediakan perumahan untuk tempat tinggal khusus mereka. Di zaman merdeka seperti sekarang ini, tidak ada lagi yang secara tetap menjamin kehidupan dan kesejahteraan mereka. Walaupun saat ini ditangani  kantor Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Propinsi DKI Jakarta, namun cara pembinaannya masih belum maksimal. Sehingga kesenian Cokek sekarang sepertinya berada di ujung tanduk, hidup enggan mati pun tak mau.

            Tari cokek merupakan tari pergaulan dan hiburan. Beberapa penari wanita memberikan selendang kepada tetamu. Pemberian selendang itu sebagai tanda bahwa tamu diajak menari. Penari dan tamu menari saling berhadapan dengan jarak sangat dekat tapi tidak bersentuhan. Penari lebih banyak bergerak di tempat atau maju mundur. Gerakan lain saling membelakangi. Selesai menari tamu yang diajak menari memberikan hadiah uang kepada penari. Dahulu penari cokek memakai busana celana panjang dan kebaya. Rambutnya ditata kepang dua. Kini penari cokek memakai kain batik, kebaya encim atau kebaya biasa dengan rambut terurai lepas.

C. Penutup

          Dengan mudahnya budaya asing yang masuk, membuat budaya-budaya tradisional mulai terlupakan. Maka dari itu jika kita tidak ingin budaya-budaya tradisional kita mulai terlupakan dan punah, kita harus bias menjaga budaya kita sendiri dan kalau perlu mengenalkannya ke dunia sehingga budaya-budaya yang kita miliki pun dapat dikenal dunia luas. Dengan cara itu budaya-budaya yang kita miliki tentunya tidak akan punah dan kita sebagai bangsa Indonesia pun akan merasa bangga dengan budaya-budaya yang kita miliki.

Sumber :
(http://sutrisno-budiharto.blogspot.co.id/2015/03/tari-cokek-versi-betawi.html)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar