Oleh :
Maulana Jaffar Iqbal (1506761274)
A. Pendahuluan
Tarian Cokek Betawi adalah tarian
perpaduan antara etnis Betawi, Banten, dan CIna. Tarian ini lahir di Tangerang
pada awal abad ke-19, dimainkan oleh 3 sampai 7 orang, baik wanita maupun
wanita. Pakaian yang di kenakan warnanya sangat mencolok dan meriah, saat
menarikannya tarian ini diiringi dengan alat music gambang kromong.
Namun,
pada saat-saat seperti sekarang ini dimana banyak berbagai budaya dari luar
yang masuk ke dalam negeri dengan mudahnya membuat budaya-budaya tradisional
mulai terlupakan, seperti tarian cokek ini yang sudah hampir punah karena
kurangnya minat dari masyarakat di karenakan budaya asing yang masuk membuat
tarian ini mulai terlupakan. Tentunya dengan harapan untuk kedepan tarian ini bias
di minati lagi oleh masyarakat, supaya tarian ini tidak punah.
B. Isi
Kata Cokek berasal dari bahasa Cina :
Cio Kek, artinya penari dan penyanyi. Tari cokek diiringi musik gambang
kromong. Dalam sejarah kesenian Betawi, Cokek merupakan salah satu hiburan
unggulan. Selain luas penyebarannya juga dengan cepat banyak digemari
masyarakat Betawi kota sampai warga Betawi pinggiran. Pada saat itu hampir
setiap diselenggarakan pesta hiburan, baik perayaan jamuan perkawinan hingga
pesta pengantin sunat, selalu menampikan Cokek sebagai hiburan untuk para tamu
undangan. Selain itu pada perayaan pesta rakyat juga kerap kali menghadirkan
para penari Cokek yang selalu mempertunjukan kepiawaiannya menari sambil
menyanyi. Kelihatannya kurang lengkap jika penari cokek sekadar menari. Karenanya
dalam perkembangan selain menari juga harus pintar olah vokal dengan suara
merdu diiringi alunan musik Gambang Kromong.
Dari
berbagai sumber yang dapat dipercaya, tari Cokek pada zaman dahulu dibina dan
dikembangkan oleh tuan-tuan tanah Cina yang kaya raya. Jauh sebelum Perang
Dunia ke II meletus tari Cokek dan musik Gambang Kromong dimiliki cukong-cukong
golongan Cina peranakan. Cukong-cukong peranakan Cina itulah yang membiayai
kehidupan para seniman penari Cokek dan Gambang Kromong. Bahkan ada pula yang
menyediakan perumahan untuk tempat tinggal khusus mereka. Di zaman merdeka
seperti sekarang ini, tidak ada lagi yang secara tetap menjamin kehidupan dan
kesejahteraan mereka. Walaupun saat ini ditangani kantor Dinas Kebudayaan
dan Permuseuman Propinsi DKI Jakarta, namun cara pembinaannya masih belum
maksimal. Sehingga kesenian Cokek sekarang sepertinya berada di ujung tanduk,
hidup enggan mati pun tak mau.
Tari
cokek merupakan tari pergaulan dan hiburan. Beberapa penari wanita memberikan
selendang kepada tetamu. Pemberian selendang itu sebagai tanda bahwa tamu
diajak menari. Penari dan tamu menari saling berhadapan dengan jarak sangat
dekat tapi tidak bersentuhan. Penari lebih banyak bergerak di tempat atau maju
mundur. Gerakan lain saling membelakangi. Selesai menari tamu yang diajak
menari memberikan hadiah uang kepada penari. Dahulu penari cokek memakai busana
celana panjang dan kebaya. Rambutnya ditata kepang dua. Kini penari cokek
memakai kain batik, kebaya encim atau kebaya biasa dengan rambut terurai lepas.
C. Penutup
Dengan
mudahnya budaya asing yang masuk, membuat budaya-budaya tradisional mulai
terlupakan. Maka dari itu jika kita tidak ingin budaya-budaya tradisional kita
mulai terlupakan dan punah, kita harus bias menjaga budaya kita sendiri dan
kalau perlu mengenalkannya ke dunia sehingga budaya-budaya yang kita miliki pun
dapat dikenal dunia luas. Dengan cara itu budaya-budaya yang kita miliki
tentunya tidak akan punah dan kita sebagai bangsa Indonesia pun akan merasa
bangga dengan budaya-budaya yang kita miliki.
Sumber :
(http://sutrisno-budiharto.blogspot.co.id/2015/03/tari-cokek-versi-betawi.html)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar