KARYA SASTRA
INDONESIA YANG KURANG DIMINATI
DI NEGARANYA
SENDIRI
Karya sastra adalah ungkapan
perasaan, pengalaman, imajinasi, keyakinan, pemikiran, dan ideologi seseorang
yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Karya sastra sendiri ada banyak sekali
macamnya. Puisi, karya fiksi yang berupa; Novel, roman, dan cerpen. Drama, dan
karya sastra nonimajinatif yang tak banyak orang tahu juga merupakan bagian
dari sastra; Esai, kritik, biografi, autobiografi, sejarah, memoir, catatan harian,
dan surat-surat.
Di Indonesia ada banyak sastrawan
yang telah menghasilkan karya-karya sastra berkualitas. Contohnya, Chairil
Anwar, Pramoedya Ananta Toer, Sapardi Djoko Damono, W.S. Rendra, N.H. Dini,
dll. Sastrawan-sastrawan Indonesia tersebut tak kalah hebat dibandingkan
sastrawan-sastrawan mancanegara. Karya-karya mereka juga ada yang sudah
diterjemahkan ke berbagai bahasa. Karena itulah saya memilih topik ini. Karena
menurut saya sastrawan Indonesia hebat-hebat dan perlu lebih diapresiasi di negaranya
sendiri.
Tujuan saya mengangkat topik ini
adalah untuk menyadarkan masyarakat, terutama generasi muda bahwa kita, sebagai
bangsa Indonesia perlu mencintai dan melestarikan produk dalam negeri.
Kebanyakan orang Indonesia beranggapan rumput tetangga selalu lebih hijau.
Mereka menganggap kebudayaan negara lain lebih bagus dan malah jadi menjelekkan
kebudayaan negaranya sendiri. Termasuk dalam hal membaca karya sastra.
Orang-orang terutama generasi muda lebih memilih membaca novel terjemahan
ketimbang membaca novel lokal. Padahal ada banyak juga sastrawan-sastrawan muda
Indonesia yang karyanya bisa dikonsumsi generasi muda. Contohnya adalah Dewi
Lestari dan Andrea Hirata.
B.ISI
Kebanyakan orang Indonesia
terutama generasi muda kurang mengapresiasi dan menunjukkan ketertarikan
terhadap sastra negaranya sendiri. Hal ini bisa terjadi karena dua faktor,
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internalnya karena orang-orang
Indonesia kebanyakan kurang menggali dan acuh terhadap karya sastra bangsanya
sendiri, faktor eskternalnya karena kepopuleran karya sastra bangsa asing
sampai ke Indonesia dan kecintaan terhadap karya sastra bangsa asing. Bisa
dilihat dalam mengambil jurusan di perguruan tinggi umumnya sastra-sastra asing
seperti sastra Inggris, sastra Korea, sastra Jepang lebih banyak diminati
ketimbang sastra Indonesia.
Berdasarkan
temuan Taufiq Ismail (2003), ada perbandingan yang tragis antara siswa SMU di
Indonesia dengan di negara-negara luar ; siswa SMU Thailand membaca 5 judul
buku sastra, siswa SMU di Malaysia dan Singapura 6 judul buku sastra, siswa SMU
di Brunei Darussalam 7 judul, di Uni Sovyet 12 judul, di Kanada 13 judul, di
Jepang dan Swiss 15 judul, di Jerman Barat 22 judul, di Perancis dan Belanda 30
judul, dan di AS 32 judul buku sastra, sementara siswa SMU di Indonesia nol
judul buku sastra.
Lesunya
minat baca terhadap sastra Indonesia ini disebabkan karena kualitas pendidikan
kita yang masih rendah, baik dari segi SDM tenaga pengajar, maupun
manajerialnya. Khususnya tentang tenaga pengajar, lembaga-lembaga pendidikan
kita masih kurang serius dalam upaya mencetak guru-guru bahasa dan sastra
Indonesia yang berkualitas. Ini bisa dilihat dari minimnya persentase materi
kuliah kesastraan yang hanya sekitar 10% dari total SKS untuk calon guru bahasa
dan sastra Indonesia. Padahal para guru merupakan teladan ; kalau gurunya saja
sejak dari kuliah tidak dirangsang untuk membaca sastra, apalagi siswa-siswinya
nanti.
Dalam
hal ini sastrawan perlu ikut terlibat secara langsung dengan mahasiswa. Mahasiswa
tidak membutuhkan teori-teori yang bisa merangsang mereka meyukai sastra,
mahasiswa butuh ikon bagi proses kreatif kesastraan masing-masing mahasiswa
yang nanti juga akan ditularkan pada para siswa yang diajarnya kelak di
sekolah-sekolah. Selain itu dengan melibatkan sastrawan itu sendiri dalam
pendidikan kesastraan bagi calon guru, hal itu juga dapat meringankan tanggung
jawab dosen dan mempermudah kerja dosen.
Dalam
mengatasi persaingan dengan karya sastra terjemahan, sebaiknya karya sastra
terjemahan di Indonesia dikurangi karena jika memang ternyata karya sastra
terjemahan lebih berkualitas ketimbang sastra Indonesia maka itu dapat
menyebabkan sastrawan-sastrawan Indonesia terserang frustrasi karenya karyanya
tidak lagi diminati. Mereka akan selamanya terkubur dalam jajahan sastra
terjemahan.
Masyarakat
Indonesia dapat berkontribusi dengan menunjukkan apresiasinya dan bergabung
dengan komunitas-komunitas sastra Indonesia. Dukungan
masyarakat luas berupa apresiasi sastra akan merangsang pertumbuhan sastra yang
lebih subur dan bermutu. Langkah selanjutnya yang dapat dilakukan adalah
pemeliharaan. Pemeliharaan karya sastra adalah upaya yang dilakukan agar
generasi baru Indonesia dapat memahami dan menghayati karya sastra, terutama
pesan yang dikandung di dalamnya. Pemahaman terhadap karya sastra akan lebih
mudah dicapai jika suatu generasi mengalami kehidupan sastra itu sendiri. Oleh
karena itu, pemeliharaan karya sastra dapat dilakukan melalui pemeliharaan
tradisi bersastra di masyarakat, seperti sastra lisan, pembacaan naskah lama,
penuturan dongeng.
C.AKANKAH SASTRA INDONESIA MATI?
Sastra
terjemahan yang membanjiri dunia kesastraan Indonesia secara langsung maupun
tidak dapat mengubah identitas sastra nasional. Sastra terjemahan sendiri ada
dampak positifnya ada pula dampak negatifnya. Bagi pembaca memang tidak terlalu
signifikan pegaruhnya, tapi sangat dirasakan oleh para sastrawan. Jika sastra
terjemahan terus bertambah dan bertambah dan kualitas sastra terjemahan memang
lebih bagus dari sastra lokal maka ada kemungkinan sastra Indonesia akan
mengalami kelesuan karena sastrawan Indonesia terkubur dalam jajahan sastra
terjemahan. Karena itu penerbitan karya sastra terjemahan di Indonesia perlu
dikurangi, namun jangan sampai diberhentikan sama sekali. Sastrawan-sastrawan
Indonesia dapat belajar banyak dari karya sastra terjemahan yang sifatnya lebih
universal. Selain itu kesuksesan karya sastra terjemahan juga bisa dijadikan
pacuan dan motivasi bagi sastrawan Indonesia untuk terus berusaha lebih maju.
DAFTAR PUSTAKA
Sumardjo, Jakob, dan Saini K.M.
1994. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Suroto. 1990. Apresiasi Sastra
Indonesia untuk SMTA. Jakarta: Erlangga
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/node/48
Tidak ada komentar:
Posting Komentar