Kamis, 05 November 2015

Rouli Felicia/MID_A/Tugas PMKI/1506761406


KARYA SASTRA INDONESIA YANG KURANG DIMINATI
DI NEGARANYA SENDIRI

File source: http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Atheis_novel_Achdiat_K_Mihardja.jpg

A.   LATAR BELAKANG MASALAH
Karya sastra adalah ungkapan perasaan, pengalaman, imajinasi, keyakinan, pemikiran, dan ideologi seseorang yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Karya sastra sendiri ada banyak sekali macamnya. Puisi, karya fiksi yang berupa; Novel, roman, dan cerpen. Drama, dan karya sastra nonimajinatif yang tak banyak orang tahu juga merupakan bagian dari sastra; Esai, kritik, biografi, autobiografi, sejarah, memoir, catatan harian, dan surat-surat.
Di Indonesia ada banyak sastrawan yang telah menghasilkan karya-karya sastra berkualitas. Contohnya, Chairil Anwar, Pramoedya Ananta Toer, Sapardi Djoko Damono, W.S. Rendra, N.H. Dini, dll. Sastrawan-sastrawan Indonesia tersebut tak kalah hebat dibandingkan sastrawan-sastrawan mancanegara. Karya-karya mereka juga ada yang sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa. Karena itulah saya memilih topik ini. Karena menurut saya sastrawan Indonesia hebat-hebat dan perlu lebih diapresiasi di negaranya sendiri.
Tujuan saya mengangkat topik ini adalah untuk menyadarkan masyarakat, terutama generasi muda bahwa kita, sebagai bangsa Indonesia perlu mencintai dan melestarikan produk dalam negeri. Kebanyakan orang Indonesia beranggapan rumput tetangga selalu lebih hijau. Mereka menganggap kebudayaan negara lain lebih bagus dan malah jadi menjelekkan kebudayaan negaranya sendiri. Termasuk dalam hal membaca karya sastra. Orang-orang terutama generasi muda lebih memilih membaca novel terjemahan ketimbang membaca novel lokal. Padahal ada banyak juga sastrawan-sastrawan muda Indonesia yang karyanya bisa dikonsumsi generasi muda. Contohnya adalah Dewi Lestari dan Andrea Hirata.

B.ISI
Kebanyakan orang Indonesia terutama generasi muda kurang mengapresiasi dan menunjukkan ketertarikan terhadap sastra negaranya sendiri. Hal ini bisa terjadi karena dua faktor, faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internalnya karena orang-orang Indonesia kebanyakan kurang menggali dan acuh terhadap karya sastra bangsanya sendiri, faktor eskternalnya karena kepopuleran karya sastra bangsa asing sampai ke Indonesia dan kecintaan terhadap karya sastra bangsa asing. Bisa dilihat dalam mengambil jurusan di perguruan tinggi umumnya sastra-sastra asing seperti sastra Inggris, sastra Korea, sastra Jepang lebih banyak diminati ketimbang sastra Indonesia.

Berdasarkan temuan Taufiq Ismail (2003), ada perbandingan yang tragis antara siswa SMU di Indonesia dengan di negara-negara luar ; siswa SMU Thailand membaca 5 judul buku sastra, siswa SMU di Malaysia dan Singapura 6 judul buku sastra, siswa SMU di Brunei Darussalam 7 judul, di Uni Sovyet 12 judul, di Kanada 13 judul, di Jepang dan Swiss 15 judul, di Jerman Barat 22 judul, di Perancis dan Belanda 30 judul, dan di AS 32 judul buku sastra, sementara siswa SMU di Indonesia nol judul buku sastra.
Lesunya minat baca terhadap sastra Indonesia ini disebabkan karena kualitas pendidikan kita yang masih rendah, baik dari segi SDM tenaga pengajar, maupun manajerialnya. Khususnya tentang tenaga pengajar, lembaga-lembaga pendidikan kita masih kurang serius dalam upaya mencetak guru-guru bahasa dan sastra Indonesia yang berkualitas. Ini bisa dilihat dari minimnya persentase materi kuliah kesastraan yang hanya sekitar 10% dari total SKS untuk calon guru bahasa dan sastra Indonesia. Padahal para guru merupakan teladan ; kalau gurunya saja sejak dari kuliah tidak dirangsang untuk membaca sastra, apalagi siswa-siswinya nanti.
Dalam hal ini sastrawan perlu ikut terlibat secara langsung dengan mahasiswa. Mahasiswa tidak membutuhkan teori-teori yang bisa merangsang mereka meyukai sastra, mahasiswa butuh ikon bagi proses kreatif kesastraan masing-masing mahasiswa yang nanti juga akan ditularkan pada para siswa yang diajarnya kelak di sekolah-sekolah. Selain itu dengan melibatkan sastrawan itu sendiri dalam pendidikan kesastraan bagi calon guru, hal itu juga dapat meringankan tanggung jawab dosen dan mempermudah kerja dosen.
Dalam mengatasi persaingan dengan karya sastra terjemahan, sebaiknya karya sastra terjemahan di Indonesia dikurangi karena jika memang ternyata karya sastra terjemahan lebih berkualitas ketimbang sastra Indonesia maka itu dapat menyebabkan sastrawan-sastrawan Indonesia terserang frustrasi karenya karyanya tidak lagi diminati. Mereka akan selamanya terkubur dalam jajahan sastra terjemahan.
Masyarakat Indonesia dapat berkontribusi dengan menunjukkan apresiasinya dan bergabung dengan komunitas-komunitas sastra Indonesia. Dukungan masyarakat luas berupa apresiasi sastra akan merangsang pertumbuhan sastra yang lebih subur dan bermutu. Langkah selanjutnya yang dapat dilakukan adalah pemeliharaan. Pemeliharaan karya sastra adalah upaya yang dilakukan agar generasi baru Indonesia dapat memahami dan menghayati karya sastra, terutama pesan yang dikandung di dalamnya. Pemahaman terhadap karya sastra akan lebih mudah dicapai jika suatu generasi mengalami kehidupan sastra itu sendiri. Oleh karena itu, pemeliharaan karya sastra dapat dilakukan melalui pemeliharaan tradisi bersastra di masyarakat, seperti sastra lisan, pembacaan naskah lama, penuturan dongeng.

C.AKANKAH SASTRA INDONESIA MATI?
Sastra terjemahan yang membanjiri dunia kesastraan Indonesia secara langsung maupun tidak dapat mengubah identitas sastra nasional. Sastra terjemahan sendiri ada dampak positifnya ada pula dampak negatifnya. Bagi pembaca memang tidak terlalu signifikan pegaruhnya, tapi sangat dirasakan oleh para sastrawan. Jika sastra terjemahan terus bertambah dan bertambah dan kualitas sastra terjemahan memang lebih bagus dari sastra lokal maka ada kemungkinan sastra Indonesia akan mengalami kelesuan karena sastrawan Indonesia terkubur dalam jajahan sastra terjemahan. Karena itu penerbitan karya sastra terjemahan di Indonesia perlu dikurangi, namun jangan sampai diberhentikan sama sekali. Sastrawan-sastrawan Indonesia dapat belajar banyak dari karya sastra terjemahan yang sifatnya lebih universal. Selain itu kesuksesan karya sastra terjemahan juga bisa dijadikan pacuan dan motivasi bagi sastrawan Indonesia untuk terus berusaha lebih maju.

DAFTAR PUSTAKA
Sumardjo, Jakob, dan Saini K.M. 1994. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Suroto. 1990. Apresiasi Sastra Indonesia untuk SMTA. Jakarta: Erlangga

http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/node/48




Tidak ada komentar:

Posting Komentar