Kamis, 05 November 2015

PERMAINAN KELERENG MULAI DITINGGALKAN
____________________________________________________
Oleh : Arif Budianto (1506761381)
MID_A2015
1.1 Alasan pemilihan judul


Di lingkungan yang masih terlihat keakraban antar anggota masyarakat, banyak permainan yang dilakukan oleh anak-anak secara beramai-ramai dengan teman-teman mereka di halaman atau di teras rumah. Mereka berkelompok, berlarian, atau duduk melingkar memainkan salah satu permainan dan tercipta keakraban. Beberapa permainan ini karena tercipta pada masa yang lama berlalu disebut dengan permainan tradisional, tapi dewasa ini permainan seperti ini mulai ditinggalkan dan jarang dimainkan.
1.2  Harapan dan tujuan
Penulis berharapan agar tradisi permainan di Indonesia dapat dilestarikan terutama permainan kelereng yang amat digemari anak-anak dimasa lalu.
1.3 Pembahasan
Permainan atau Gim merupakan sebuah aktivitas rekreasi dengan tujuan bersenang-senang, mengisi waktu luang, atau berolahraga ringan. Permainan biasanya dilakukan sendiri atau bersama-sama (kelompok).
Kelereng dengan berbagai sinonim gundu, keneker, kelici, guli adalah bola kecil dibuat dari tanah liat, marmer atau kaca untuk permainan anak-anak. Ukuran kelereng sangat bermacam-macam. Umumnya ½ inci (1.25 cm) dari ujung ke ujung. Kelereng kadang-kadang dikoleksi, untuk tujuan nostalgia dan warnanya yang estetik.
Kelereng biasa dimainkan oleh anak-anak di masa lalu.tapi akhir-akhir ini permainan ini mulai ditinggalkan disebabkan menjamurnya game-game elektronik yang lebih diminati oleh masyarakat.
Permainan kelereng adalah permainan khas dari negri ini,kita sebagai warga negaranya harusnya patut untuk melestarikannya.dengan permainan tradisonal seperti ini anak-anak juga dapat bersosialisasi dengan lebih baik dengan teman-teman sebayanya.
Dengan permainan tradisonal juga dapat menyatuka dan menumbuhkan rasa solidaritas yang tinggi dikalangan para pemainya
Di era ini anak-anak lebih memilih untuk bermain dengan gadget atau smartphone mereka dari pada bermain bersama teman-temanya,para orang tua seharusnya tidak membiarkan ini terjadi karena anak-anak di usianya yang masih kecil si anak harus belajar bersosialisasi dan juga aktif bergerak.
kebanyakan bermain dengan game elektronik juga berbahaya bagi kesehatan tubuh seperti merusak mata.
1.4 Penutup

Kita sebagai bangsa Indonesia  sudah  semestinya  melestarikan budaya dan tradisi leluhur kita,misalnya  permainan tradisional .Sebab tradisi seperti inilah yang dapat menyatukan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang solid kuat dan terjaga persatuanya.

Jumlah Dalang Wayang Kulit di Jawa Timur Berkurang



Jumlah Dalang Wayang Kulit di Jawa Timur Berkurang
Oleh : Maulida Husna (1506761330) 



A.      Profesi sebagai Dalang

Dewasa ini banyak sekali profesi bermunculan. Berbagai profesi dengan keahlian yang bermacam-macam. Profesi unik yang dibahas dalam artikel ini adalah dalang atau pemain kesenian wayang. Salah satu faktor penyebab merosotnya kesenian di Indonesia adalah tidak adanya regenerasi pemain atau pelaku seni. Dalam seni wayang kulit, dalang menjadi tumpuan utama jalannya pertunjukkan, tanpa kehadiran seorang dalang, wayang tidak dapat dipentaskan. Di Jawa Timur, keberadaan dalang mulai menurun jumlahnya.




 
Dalam pagelaran wayang, dalang menempati peran dan posisi yang sangat sentral. Ungkapan Jawa dhalange mangkel, wayange dipendem menunjukkan betapa besar peranan dalang dalam pagelaran wayang. Dalang merupakan sutradara sekaligus tokoh utama dalam pagelaran. Ia adalah penutur kisah, penyanyi lagu (suluk) yang mengajak memahami suasana pada saat-saat tertentu, pemimpin suara gamelan yang mengiringi, dan di atas segalanya, dalang merupakan pemberi jiwa pada wayang atau pelaku-pelaku manusianya (Von Groenendael, 1987).


B.      Kondisi Dalang dari Masa ke Masa
Beberapa ahli berpendapat bahwa arti istilah dalang dalam konteks banyak dalang adalah salah satu dari macam alat peralatan tradisional keraton Jawa. Prof. Winter menerangkan tentang dalang anteban ialah sebagai peneranganing laki-rabi atau tanda perkawinan berupa emas. Dalam buku Renungan Pertunjukan Wayang Kulit karya Dr.Seno Sastroamidjojo disebutkan bahwa kata dalang berasal dari kata Wedha dan Wulang. Adapun yang dimaksud Wedha adalah kitab suci agama Hindu yang memuat ajaran agama, peraturan hidup dan kehidupan manusia di dalam masyarakat, terutama yang menuju ke arah kesempurnaan hidup. Wulang berarti ajaran atau petuah, mulang berarti mengajar. Istilah dalang adalah seorang ahli yang mempunyai kejujuran dan kewajiban memberi pelajaran wejangan, uraian atau tafsiran tentang kitab suci Wedha beserta maknanya kepada masyarakat. Dalang juga berasal dari kata dalung atau disebut blencong, yaitu alat penerang tradisional. Dengan adanya pendapat tersebut fungsi dalang di masyarakat adalah sebagai juru penerang. Dalang berasal dari kata Angudal Piwulang. Angudal artinya menceritakan, membeberkan, mengucapkan dan menerangkan seluruh isi hatinya. Piwulang artinya petuah atau nasehat. Dengan pendapat tersebut maka dalang adalah seorang pendidik atau pembimbing masyarakat atau guru masyarakat. Istilah dalang berasal dari kata Talang artinya saluran air pada atap. Jadi kata dalang disamakan dengan talang yang dapat diartikan sebagai saluran air. Dalam hal ini, dalang dimaksud sebagai penghubung atau penyalur antara dunia manusia dan dunia roh.

Profesi dalang masih bisa dihitung jari di negeri ini jumlahnya. Bahkan pekerjaan sebagai dalang banyak yang menganggap bukanlah suatu pekerjaan yang menjanjikan untuk masa depan. Kenapa? Karena di Jaman yang sudah serba instant dan digital ini masyarakat cenderung memilih hiburan yang lebih mudah diperoleh dan umum adanya. Padahal wayang adalah salahsatu warisan budaya Indonesia yang telah tercatat di UNESCO. Seni pewayangan padahal mengandung estetika yang kaya peran, misalnya sang dalang bisa jadi sutradara pementasan, menjadi pemain dan menjadi penyampai media hiburan serta pesan moral. Maka seni pewayangan yang melibatkan dalang sebagai penggeraknya patut dilestarikan dan dipelihara agar tidak punah ditelan jaman.

 Data Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) Jawa Timur menyebutkan pada 2015 jumlah dalang sebanyak 1.600 orang atau sama dengan data pada 2006. ”Jumlahnya stagnan,” ujar Sekretaris Pepadi Jawa Timur Sukatno dalam pengukuhan pengurus Pepadi Bojonegoro, Rabu, 3 Juni 2015. Minimnya sekolah dalang, kata dia, menyebabkan profesi ini cenderung menurun. Di Jawa Timur terdapat sekolah formal pedalangan, yaitu Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) di Surabaya. Namun namanya diubah menjadi Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 9 Surabaya.  Di sekolah ini terdapat jurusan pedalangan yang tiap tahun jumlah lulusannya sekitar 15 orang. Di luar sekolah formal biasanya ada pula calon dalang yang belajar dengan metode nyantrik atau langsung kepada dalang senior.
Belajar langsung kepada dalang senior, kata Sukatno, lebih memudahkan kaderisasi. Misalnya, jika di Jawa Timur ada 1.600 dalang, maka jika ada satu atau dua orang yang nyantrik, prosesnya lebih lancar karena bisa belajar sekaligus praktek. Menurut Sukatno profesi dalang masih cukup menjanjikan. Setidaknya, tarif sekali mendalang di Jawa Timur bisa sebesar Rp 40 juta. Bila sudah terkenal seperti Ki Anom Suroto atau Ki Manteb Sudarsono, tarifnya tarifnya mencapai Rp 90 juta hingga Rp 100 juta. ”Jadi ini profesi yang menarik,” tutur Sukatno yang juga Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur ini. Wakil Bupati Bojonegoro Setyo Hartono menambahkan "Profesi dalang harus dilestarikan karena kesenian wayang merupakan peninggalan leluhur yang adiluhung."




C.      Regenerasi Dalang Melalui Sekolah Dalang Bocah

Solusi untuk melestarikan budaya ini salah satunya adalah dengan cara melakukan regenerasi profesi dalang diseluruh penjuru negeri, melalui sekolah dalang bocah. Dengan regenerasi budaya ini akan senantiasa hidup dan berkembang dari zaman ke zaman.


 Memang tak mudah untuk melakukan regenerasi ini, apalagi untuk menggiring opini anak-anak agar menyukai seni wayang dan tertarik untuk menjadi dalang. Maka dari itu mulai dari sekarang untuk minat dalam seni wayang dan pedalangan bisa kita perkenalkan sedikit demi sedikit dan bertahap, bisa melalui dongeng kisah para tokoh pewayangan atau menyaksikan langsung pagelaran wayang. Siapa lagi yang akan menjaga warisan budaya leluhur kita jika bukan kita sendiri?


Referensi
http://psbtik.smkn1cms.net/bse/smk/smk10%20Pedalangan%20Supriyono.pdf
http://news.liputan6.com/read/343/profesi-dalang-terancam-punah
http://seleb.tempo.co/read/news/2015/06/03/114671841/jumlah-dalang-wayang-kulit-di-jawa-timur-cenderung-turun
http://www.kompasiana.com/brainy/dalang-bocah-penyelamat-regenerasi-pewayangan_5512df68813311754abc5fcc




 

Palang Pintu, Lestari atau Mati?



DONY AFRIZAL
1506714492
MID_A

    Pernikahan merupakan salah satu ritual yang dianggap penting dalam hidup manusia. Menurut Duvall dan Miller (1985), pernikahan bukan semata - mata legalisasi dari kehidupan bersama antara seorang laki - laki dan perempuan, tetapi lebih dari itu pernikahan merupakan ikatan lahir batin dalam membina keluarga. Berbicara tentang pernikahan, tidak terlepas dari pengaruh adat - istiadat setempat yang memuat aturan - aturan tertentu ke dalam syarat upacara. Salah satunya adalah Betawi, yang memiliki rentetan rangkaian sakral dari rukun adat pernikahan. Menurut adat masyarakat Betawi, upacara pernikahan bertujuan untuk memenuhi kewajiban dan mematuhi perintah agama, yaitu Islam sebagai agama yang lekat dengan Betawi. Adanya  rangkaian upacara pernikahan adat Betawi dimaksudkan untuk memberi pesan kepada masyarakat bahwa pernikahan dalah ikatan ritual yang hanya terjadi sekali seumur hidup, oleh sebab itu ada beberapa tahapan persyaratan tertentu yang harus dilakukan oleh pasangan pengantin saat melangsungkan prosesi pernikahan.
 
      Adapun tahapan yang dilakukan oleh pasangan pengantin Betawi yaitu
 Ngedelengin, Nglamar, Bawa Tande Putus, Buka Palang Pintu, Akad NikahAcare Negor, dan Pulang Tige Ari.
Seluruh tahapan tersebut dilakukan orang-orang Betawi dengan maksud filosofis sebagai tanda dari kesabaran dan ketaatan pasangan pengantin dalam mentaati ikatan pernikahan Selain itu, tahapan tahapan tersebut memang sengaja dilakukan secara turun - menurun agar tetap terjaga kelestariannya. Namun, pada zaman modern ini satu per satu dari tahapan ini hampir jarang dilakukan oleh masyarakat. Khususnya adalah Tradisi Palang Pintu, yaitu tradisi dalam tahapan tradisional Betawi menjelang pelaksanaan akad nikah. Palang Pintu merupakan cara komunikasi yang disampaikan antara pihak pengantin. Komunikasi yang digunakan sering kali juga dianggap sebagai hiburan bagi orang yang hadir pada perhelatan akad nikah tersebut melalui media pantun.
(Audita, Marcia. 2014. Makna dan Seni Sastra Dalam Tradisi Palang Pintu Betawi. Depok : FIB UI. (Tugas Akhir hal 1-3))

      Seiring perkembangan zaman, tradisi palang pintu dianggap merupakan tradisi yang sedikit merepotkan karena memakan banyak waktu sehingga lambat laun di masa orang lebih menyukai hal hal yang instan menganggap tradisi palang pintu merupakan hal yang tidak perlu dilakukan dalam acara pernikahan.
Selain itu, banyak faktor yang menyebabkan tradisi palang pintu semakin ditinggalkan di era modern ini. antara lain:
1. Kurangnya kesadaran masyrakat tentang pentingnya kesenian Palang Pintu Betawi
2. Tidak semua masyarakat betawi mampu menampilkan Palang Pintu itu sendiri
3. Masuknya budaya asing yang mempengaruhi kultur budaya masyarakat Indonesia, khususnya Betawi

        Hal tersebut, menuntut masyarakat untuk dapat sadar terhadap pelestarian kesenian palang pintu sebagai warisan budaya luhur di tanah Betawi. Sebagai generasi yang menganggung beban akan eksistensi kebudayaan indonesia di zaman modern saat ini dan masa yang akan datang , kita harus mampu memposisikan diri sebagai seseorang yang mampu menghargai budaya sebagai suatu perwujudan nilai luhur di Indonesia. Selain itu, semua hal berkenaan pelestarian kesenian di Indonesia harus mampu melibatkan semua golongan masyarakat mulai dari terbawah hingga pemerintah terkhusus pengamat seni dan masyarakat budaya betawi dalam hal ini budaya palang pintu sebagai warisan budaya tanah betawi.

     Dengan ini, penulis mengharapkan budaya palang pintu dapat dihidupkan atau dilestarikan kembali di tengah - tengah zaman modern yang banyak masuknya budaya asing ke negeri kita, sehingga anak cucu kita di masa yang akan datang dapat menikmati bagaimana serunya kesenian palang pintu itu sendiri.

 
Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=OvkWkZCnrSs 




Persaingan Antara Sinden dan Tarik Suara Modern Di Era Globalisasi Oleh Puteri Alifa Yasmine (1506761450)



Persaingan Antara Sinden dan Tarik Suara Modern di Era Globalisasi
Oleh Puteri Alifa Yasmine



   
             Di era globalisasi ini banyak sekali anak muda yang mulai terpengaruh dengan kegiatan yang kebarat-baratan. Dari cara berpakaian, cara berbahasa, dan bergaul. Yang lebih menghawatirkan lagi adalah era globalisasi telah mempengaruhi kesenian tradisional yang ada di Indonesia salah satu nya adalah Sinden.  Hal itu tentu sangat disayangkan karena sinden merupakan salah satu tarik suara tradisional yang unik dan juga terkenal di Jawa bahkan di Indonesia sendiri. Namun, dengan munculnya era globalisasi masyarakat terutama kalangan anak muda tidak mengenal lebih dalam tentnang kesenian unik ini. 

A.      Apa itu Sinden?

                Sinden adalah sebutan bagi seorang wanita yang bernyanyi mengikuti iringan Gendhing Gamelan. Sinden sangat identic dengan gamelan karena memang khususnya sinden biasa tampil mengiringi Wayang atau setiap pertunjukan yang menggunakan iringan music gamelan. Selain memiliki keahlian dalam tarik suara yang unik, sinden juga harus memiliki penampilan yang menarik dan cantik karena sinden biasa dianggap menjadi salah satu perhiasan dalam sebuah pertunjukan sehinga bisa menarik para penonton dan memeriahkan acara.
                Dalam pementasan wayang jaman dahulu, sinden biasanya hanya sendiri dan merupakan istri dari dalangnya atau salah satu anggota pemain gamelan tersebut. Sinden biasanya ditempatkan dibelakang dalang dan dibarisan depan pengiring gamelan. Namun, seiring berjalannya waku sinden mengalami perkembangan dan dialihkan tempatnya menghadap penonton, tepatnya disebelah kanan dalang membelakangi wayang. Selain dialihkannya tempat duduk, sinden juga bertambah menjadi dua orang bahkan bisa lebih.

B.      Dampak pada Kalangan Anak Muda

                Pada zaman yang sudah modern ini kalangan anak muda lebih tertarik dengan tarik suara modern dengan lagu-lagu barat yang pasti bisa dihafal hanya dalam beberapa menit.  Lagu-lagu yang variatif dan banyaknya pilihan alternative music untuk dinyanyikan tentu saja membuat kalangan anak muda lebih tertarik. Berbeda dengan sinden yang identic dengan lagu berbahasa daerah jawa dan mengikuti suara gamelan yang lambat. Tidak sedikit juga kalangan muda yang menganggap sinden itu membosankan dan sulit. Padahal, kalau dilihat dan dikenal lebih dalam menjadi seorang sinden membutuhkan teknik dan latihan yang tidak biasa.
                Selain itu, acara-acara yang diadakan untuk mengasah kemampuan sinden masih jarang ditemui. Ada, namun sedikit dan biasanya diadakan hanya di daerah-daerah jawa timur tidak di kota-kota besar seperti Jakarta. Begitu juga dengan maraknya ajang pencarian bakat yang diadakan di TV tentu saja makin membuat  kalangan remaja lebih mengenal tarik suara modern dibanding dunia tarik suara tradisional. Tentu saja hal itu membuat sinden dan tarik suara modern berbanding terbalik. Dampak dari hal tersebut dangat dirasakan terutama di kalangan anak muda. Masih banyak anak muda yang belum megetahui hal spesifik tentang sinden. Mungkin remaja yang bertempat tinggal di daerah Jawa Timur masih bisa memahami hal spesifik tentang sinden. Namun, di kota-kota besar seperti Jakarta masih sangat diragukan.

C.      Upaya yang dilakukan untuk melestarikan Sinden

                Ajang pencarian bakat “Lomba Sinden” pernah dilakukan didaerah Jawa Timur pada tahun 2014 lalu. Acara tersebut diadakan oleh pemerintah setempat dengan diikuti oleh banyak pesinden dari daerah jawa timur. Tentu saja hal itu sangat menyadarkan kita bahwa peminat dari pesinden itu masih banyak dan masih bisa dikembangkan serta dikenalkan ke kalangan anak muda untuk melestarikan sinden di masa yang akan dating kelak. Walaupun begitu, pada jaman yang modern ini sinden masih bisa dibilang salah satu kesenian yang “kritis”.
                Dengan cara-cara sederhana kita bisa melestarikan sinden yaitu dimulai dari mempelajari dan mengenal lebih dalam hal-hal spesifik tentang sinden. Rasa kesadaran dan kepedulian akan “kritis-nya” kesenian sinden juga harus ditingkatkan dengan cara mengikuti lomba-lomba yang berhubungan dengan sinden atau kita bisa mengadakan lomba sinden sendiri. Kemudian, dengan mengikuti latihan bisa juga membantu kita dalam melestarikan kegiatan tarik suara tradisional ini. Salah satu tempat latihan terkenal untuk belajar menyinden adalah di SMKI (jurusan karawitan/sindhen) atau di Institut Kesenian Indonesia yang untuk saat ini berlokasi didaerah Yogyakarta.



Menjadi sinden cilik merupakan salah satu upaya untuk melestarikan sinden di Indonesia.
 

                Salah satu acara Festival Sinden Internsional pada tahun 2009 telah membuktikan bahwa sinden adalah kesenian yang pantas dikembangkan dan diakui di mata dunia maupun di Indonesia. Tidak hanya pesinden dari Indonesia namun pesinden dari luar negeri juga ikut meramaikan acara. Seni Sinden berikut muatan kearifan budaya yang berupa piwulang (ajaran) tentang nilai-nilai moral yang terkandung dalam bait-bait tembang gubahan para pujangga kita telah menjadi kebanggaan dunia, tak hanya bagi orang-orang Indonesia. Maka itu sebagai kalangan anak muda kita harus bangga dan mulai melestarikan kesenian tradisional turun menurun, yaitu Sinden




Sumber :