MID 2015
Minggu, 08 November 2015
Kamis, 05 November 2015
PERMAINAN KELERENG MULAI DITINGGALKAN
____________________________________________________
Oleh : Arif Budianto (1506761381)
MID_A2015
Di lingkungan yang masih terlihat keakraban antar anggota masyarakat, banyak permainan yang dilakukan oleh anak-anak secara beramai-ramai dengan teman-teman mereka di halaman atau di teras rumah. Mereka berkelompok, berlarian, atau duduk melingkar memainkan salah satu permainan dan tercipta keakraban. Beberapa permainan ini karena tercipta pada masa yang lama berlalu disebut dengan permainan tradisional, tapi dewasa ini permainan seperti ini mulai ditinggalkan dan jarang dimainkan.
1.2 Harapan dan tujuan
Penulis berharapan agar tradisi permainan di Indonesia dapat dilestarikan terutama permainan kelereng yang amat digemari anak-anak dimasa lalu.
1.3 Pembahasan
Permainan atau Gim merupakan sebuah aktivitas rekreasi dengan tujuan bersenang-senang, mengisi waktu luang, atau berolahraga ringan. Permainan biasanya dilakukan sendiri atau bersama-sama (kelompok).
Kelereng dengan berbagai sinonim gundu, keneker, kelici, guli adalah bola kecil dibuat dari tanah liat, marmer atau kaca untuk permainan anak-anak. Ukuran kelereng sangat bermacam-macam. Umumnya ½ inci (1.25 cm) dari ujung ke ujung. Kelereng kadang-kadang dikoleksi, untuk tujuan nostalgia dan warnanya yang estetik.
Kelereng biasa dimainkan oleh anak-anak di masa lalu.tapi akhir-akhir ini permainan ini mulai ditinggalkan disebabkan menjamurnya game-game elektronik yang lebih diminati oleh masyarakat.
Permainan kelereng adalah permainan khas dari negri ini,kita sebagai warga negaranya harusnya patut untuk melestarikannya.dengan permainan tradisonal seperti ini anak-anak juga dapat bersosialisasi dengan lebih baik dengan teman-teman sebayanya.
Dengan permainan tradisonal juga dapat menyatuka dan menumbuhkan rasa solidaritas yang tinggi dikalangan para pemainya
Di era ini anak-anak lebih memilih untuk bermain dengan gadget atau smartphone mereka dari pada bermain bersama teman-temanya,para orang tua seharusnya tidak membiarkan ini terjadi karena anak-anak di usianya yang masih kecil si anak harus belajar bersosialisasi dan juga aktif bergerak.
kebanyakan bermain dengan game elektronik juga berbahaya bagi kesehatan tubuh seperti merusak mata.
1.4 Penutup
Kita sebagai bangsa Indonesia sudah semestinya melestarikan budaya dan tradisi leluhur kita,misalnya permainan tradisional .Sebab tradisi seperti inilah yang dapat menyatukan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang solid kuat dan terjaga persatuanya.
Jumlah Dalang Wayang Kulit di Jawa Timur Berkurang
Jumlah Dalang Wayang Kulit di
Jawa Timur Berkurang
Oleh : Maulida Husna (1506761330)
A.
Profesi sebagai Dalang
Dewasa
ini banyak sekali profesi bermunculan. Berbagai profesi dengan keahlian yang
bermacam-macam. Profesi unik yang dibahas dalam artikel ini adalah dalang atau
pemain kesenian wayang. Salah satu faktor penyebab merosotnya kesenian di
Indonesia adalah tidak adanya regenerasi pemain atau pelaku seni. Dalam seni wayang
kulit, dalang menjadi tumpuan utama jalannya pertunjukkan, tanpa kehadiran
seorang dalang, wayang tidak dapat dipentaskan. Di Jawa Timur, keberadaan
dalang mulai menurun jumlahnya.
Dalam
pagelaran wayang, dalang menempati peran dan posisi yang sangat sentral.
Ungkapan Jawa dhalange
mangkel, wayange dipendem menunjukkan betapa besar peranan dalang
dalam pagelaran wayang. Dalang merupakan sutradara sekaligus tokoh utama dalam
pagelaran. Ia adalah penutur kisah, penyanyi lagu (suluk) yang mengajak
memahami suasana pada saat-saat tertentu, pemimpin suara gamelan yang
mengiringi, dan di atas segalanya, dalang merupakan pemberi jiwa pada wayang
atau pelaku-pelaku manusianya (Von Groenendael, 1987).
B.
Kondisi Dalang dari Masa ke Masa
Beberapa ahli berpendapat bahwa arti
istilah dalang dalam konteks banyak dalang adalah salah satu dari macam alat
peralatan tradisional keraton Jawa. Prof. Winter menerangkan tentang dalang anteban
ialah sebagai peneranganing laki-rabi atau tanda perkawinan berupa emas.
Dalam buku Renungan Pertunjukan Wayang Kulit karya Dr.Seno
Sastroamidjojo disebutkan bahwa kata dalang berasal dari kata Wedha dan Wulang.
Adapun yang dimaksud Wedha adalah kitab suci agama Hindu yang memuat ajaran
agama, peraturan hidup dan kehidupan manusia di dalam masyarakat, terutama yang
menuju ke arah kesempurnaan hidup. Wulang berarti ajaran atau petuah, mulang
berarti mengajar. Istilah dalang adalah seorang ahli yang mempunyai
kejujuran dan kewajiban memberi pelajaran wejangan, uraian atau tafsiran
tentang kitab suci Wedha beserta maknanya kepada masyarakat. Dalang juga
berasal dari kata dalung atau disebut blencong, yaitu alat penerang
tradisional. Dengan adanya pendapat tersebut fungsi dalang di masyarakat adalah
sebagai juru penerang. Dalang berasal dari kata Angudal Piwulang. Angudal
artinya menceritakan, membeberkan, mengucapkan dan menerangkan seluruh isi
hatinya. Piwulang artinya petuah atau nasehat. Dengan pendapat tersebut
maka dalang adalah seorang pendidik atau pembimbing masyarakat atau guru
masyarakat. Istilah dalang berasal dari kata Talang artinya saluran air pada
atap. Jadi kata dalang disamakan dengan talang yang dapat diartikan sebagai
saluran air. Dalam hal ini, dalang dimaksud sebagai penghubung atau penyalur
antara dunia manusia dan dunia roh.
Profesi
dalang masih bisa dihitung jari di negeri ini jumlahnya. Bahkan pekerjaan
sebagai dalang banyak yang menganggap bukanlah suatu pekerjaan yang menjanjikan
untuk masa depan. Kenapa? Karena di Jaman yang sudah serba instant dan digital
ini masyarakat cenderung memilih hiburan yang lebih mudah diperoleh dan umum
adanya. Padahal wayang adalah salahsatu warisan budaya Indonesia yang telah
tercatat di UNESCO. Seni pewayangan padahal mengandung estetika yang kaya
peran, misalnya sang dalang bisa jadi sutradara pementasan, menjadi pemain dan
menjadi penyampai media hiburan serta pesan moral. Maka seni pewayangan yang
melibatkan dalang sebagai penggeraknya patut dilestarikan dan dipelihara agar
tidak punah ditelan jaman.
Data Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi)
Jawa Timur menyebutkan pada 2015 jumlah dalang sebanyak 1.600 orang atau sama
dengan data pada 2006. ”Jumlahnya stagnan,” ujar Sekretaris Pepadi Jawa Timur
Sukatno dalam pengukuhan pengurus Pepadi Bojonegoro, Rabu, 3 Juni 2015. Minimnya
sekolah dalang, kata dia, menyebabkan profesi ini cenderung menurun. Di Jawa
Timur terdapat sekolah formal pedalangan, yaitu Sekolah Menengah Karawitan
Indonesia (SMKI) di Surabaya. Namun namanya diubah menjadi Sekolah Menengah
Kejuruan Negeri 9 Surabaya. Di sekolah
ini terdapat jurusan pedalangan yang tiap tahun jumlah lulusannya sekitar 15
orang. Di luar sekolah formal biasanya ada pula calon dalang yang belajar
dengan metode nyantrik
atau langsung kepada dalang senior.
Belajar langsung kepada dalang senior, kata Sukatno, lebih memudahkan kaderisasi. Misalnya, jika di Jawa Timur ada 1.600 dalang, maka jika ada satu atau dua orang yang nyantrik, prosesnya lebih lancar karena bisa belajar sekaligus praktek. Menurut Sukatno profesi dalang masih cukup menjanjikan. Setidaknya, tarif sekali mendalang di Jawa Timur bisa sebesar Rp 40 juta. Bila sudah terkenal seperti Ki Anom Suroto atau Ki Manteb Sudarsono, tarifnya tarifnya mencapai Rp 90 juta hingga Rp 100 juta. ”Jadi ini profesi yang menarik,” tutur Sukatno yang juga Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur ini. Wakil Bupati Bojonegoro Setyo Hartono menambahkan "Profesi dalang harus dilestarikan karena kesenian wayang merupakan peninggalan leluhur yang adiluhung."
Belajar langsung kepada dalang senior, kata Sukatno, lebih memudahkan kaderisasi. Misalnya, jika di Jawa Timur ada 1.600 dalang, maka jika ada satu atau dua orang yang nyantrik, prosesnya lebih lancar karena bisa belajar sekaligus praktek. Menurut Sukatno profesi dalang masih cukup menjanjikan. Setidaknya, tarif sekali mendalang di Jawa Timur bisa sebesar Rp 40 juta. Bila sudah terkenal seperti Ki Anom Suroto atau Ki Manteb Sudarsono, tarifnya tarifnya mencapai Rp 90 juta hingga Rp 100 juta. ”Jadi ini profesi yang menarik,” tutur Sukatno yang juga Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur ini. Wakil Bupati Bojonegoro Setyo Hartono menambahkan "Profesi dalang harus dilestarikan karena kesenian wayang merupakan peninggalan leluhur yang adiluhung."
C.
Regenerasi Dalang Melalui Sekolah
Dalang Bocah
Solusi
untuk melestarikan budaya ini salah satunya adalah dengan cara melakukan
regenerasi profesi dalang diseluruh penjuru negeri, melalui sekolah dalang
bocah. Dengan regenerasi budaya ini akan senantiasa hidup dan berkembang dari
zaman ke zaman.
Memang tak mudah
untuk melakukan regenerasi ini, apalagi untuk menggiring opini anak-anak agar
menyukai seni wayang dan tertarik untuk menjadi dalang. Maka dari itu mulai
dari sekarang untuk minat dalam seni wayang dan pedalangan bisa kita
perkenalkan sedikit demi sedikit dan bertahap, bisa melalui dongeng kisah para
tokoh pewayangan atau menyaksikan langsung pagelaran wayang. Siapa lagi yang
akan menjaga warisan budaya leluhur kita jika bukan kita sendiri?
Referensi
http://psbtik.smkn1cms.net/bse/smk/smk10%20Pedalangan%20Supriyono.pdf
http://news.liputan6.com/read/343/profesi-dalang-terancam-punah
http://seleb.tempo.co/read/news/2015/06/03/114671841/jumlah-dalang-wayang-kulit-di-jawa-timur-cenderung-turun
http://www.kompasiana.com/brainy/dalang-bocah-penyelamat-regenerasi-pewayangan_5512df68813311754abc5fcc
Palang Pintu, Lestari atau Mati?
DONY AFRIZAL
1506714492
MID_A
Pernikahan merupakan salah satu ritual yang dianggap penting dalam hidup
manusia. Menurut Duvall dan Miller (1985), pernikahan bukan semata - mata
legalisasi dari kehidupan bersama antara seorang laki - laki dan perempuan,
tetapi lebih dari itu pernikahan merupakan ikatan lahir batin dalam membina
keluarga. Berbicara tentang pernikahan, tidak terlepas dari pengaruh adat -
istiadat setempat yang memuat aturan - aturan tertentu ke dalam syarat upacara.
Salah satunya adalah Betawi, yang memiliki rentetan rangkaian sakral dari rukun
adat pernikahan. Menurut adat masyarakat Betawi, upacara pernikahan bertujuan
untuk memenuhi kewajiban dan mematuhi perintah agama, yaitu Islam sebagai agama
yang lekat dengan Betawi. Adanya rangkaian upacara pernikahan adat Betawi
dimaksudkan untuk memberi pesan kepada masyarakat bahwa pernikahan dalah ikatan
ritual yang hanya terjadi sekali seumur hidup, oleh sebab itu ada beberapa
tahapan persyaratan tertentu yang harus dilakukan oleh pasangan pengantin saat
melangsungkan prosesi pernikahan.
Adapun tahapan yang dilakukan
oleh pasangan pengantin Betawi yaitu
Ngedelengin, Nglamar, Bawa Tande Putus, Buka
Palang Pintu, Akad Nikah, Acare Negor, dan Pulang
Tige Ari.
Seluruh tahapan tersebut
dilakukan orang-orang
Betawi dengan maksud filosofis sebagai tanda dari kesabaran dan
ketaatan pasangan pengantin dalam mentaati ikatan pernikahan Selain itu,
tahapan tahapan tersebut memang sengaja dilakukan secara turun - menurun agar
tetap terjaga kelestariannya. Namun, pada zaman modern ini satu per satu dari
tahapan ini hampir jarang dilakukan oleh masyarakat. Khususnya adalah Tradisi
Palang Pintu, yaitu tradisi dalam tahapan tradisional Betawi menjelang
pelaksanaan akad nikah. Palang Pintu merupakan cara komunikasi yang
disampaikan antara pihak pengantin. Komunikasi yang digunakan sering kali juga dianggap sebagai hiburan bagi orang yang hadir pada perhelatan akad nikah tersebut melalui media pantun.
(Audita, Marcia. 2014. Makna dan Seni Sastra Dalam Tradisi Palang Pintu Betawi. Depok : FIB UI. (Tugas Akhir hal 1-3))
Seiring perkembangan zaman, tradisi palang pintu dianggap merupakan tradisi yang sedikit merepotkan karena memakan banyak waktu sehingga lambat laun di masa orang lebih menyukai hal hal yang instan menganggap tradisi palang pintu merupakan hal yang tidak perlu dilakukan dalam acara pernikahan.
Selain itu, banyak faktor yang menyebabkan tradisi palang pintu semakin ditinggalkan di era modern ini. antara lain:
1. Kurangnya kesadaran masyrakat tentang pentingnya kesenian Palang Pintu Betawi
2. Tidak semua masyarakat betawi mampu menampilkan Palang Pintu itu sendiri
3. Masuknya budaya asing yang mempengaruhi kultur budaya masyarakat Indonesia, khususnya Betawi
Hal tersebut, menuntut masyarakat untuk dapat sadar terhadap pelestarian kesenian palang pintu sebagai warisan budaya luhur di tanah Betawi. Sebagai generasi yang menganggung beban akan eksistensi kebudayaan indonesia di zaman modern saat ini dan masa yang akan datang , kita harus mampu memposisikan diri sebagai seseorang yang mampu menghargai budaya sebagai suatu perwujudan nilai luhur di Indonesia. Selain itu, semua hal berkenaan pelestarian kesenian di Indonesia harus mampu melibatkan semua golongan masyarakat mulai dari terbawah hingga pemerintah terkhusus pengamat seni dan masyarakat budaya betawi dalam hal ini budaya palang pintu sebagai warisan budaya tanah betawi.
Dengan ini, penulis mengharapkan budaya palang pintu dapat dihidupkan atau dilestarikan kembali di tengah - tengah zaman modern yang banyak masuknya budaya asing ke negeri kita, sehingga anak cucu kita di masa yang akan datang dapat menikmati bagaimana serunya kesenian palang pintu itu sendiri.
Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=OvkWkZCnrSs
Persaingan Antara Sinden dan Tarik Suara Modern Di Era Globalisasi Oleh Puteri Alifa Yasmine (1506761450)
Persaingan Antara Sinden dan Tarik
Suara Modern di Era Globalisasi
Oleh Puteri Alifa
Yasmine
Di era
globalisasi ini banyak sekali anak muda yang mulai terpengaruh dengan kegiatan
yang kebarat-baratan. Dari cara berpakaian, cara berbahasa, dan bergaul. Yang lebih
menghawatirkan lagi adalah era globalisasi telah mempengaruhi kesenian
tradisional yang ada di Indonesia salah satu nya adalah Sinden. Hal itu tentu
sangat disayangkan karena sinden merupakan salah satu tarik suara tradisional
yang unik dan juga terkenal di Jawa bahkan di Indonesia sendiri. Namun, dengan
munculnya era globalisasi masyarakat terutama kalangan anak muda tidak mengenal
lebih dalam tentnang kesenian unik ini.
A.
Apa itu Sinden?
Sinden
adalah sebutan bagi seorang wanita yang bernyanyi mengikuti iringan Gendhing Gamelan. Sinden sangat identic dengan
gamelan karena memang khususnya sinden biasa tampil mengiringi Wayang atau setiap pertunjukan yang
menggunakan iringan music gamelan. Selain memiliki keahlian dalam tarik suara
yang unik, sinden juga harus memiliki penampilan yang menarik dan cantik karena
sinden biasa dianggap menjadi salah satu perhiasan dalam sebuah pertunjukan
sehinga bisa menarik para penonton dan memeriahkan acara.
Dalam
pementasan wayang jaman dahulu, sinden biasanya hanya sendiri dan merupakan istri
dari dalangnya atau salah satu anggota pemain gamelan tersebut. Sinden biasanya
ditempatkan dibelakang dalang dan dibarisan depan pengiring gamelan. Namun,
seiring berjalannya waku sinden mengalami perkembangan dan dialihkan tempatnya
menghadap penonton, tepatnya disebelah kanan dalang membelakangi wayang. Selain
dialihkannya tempat duduk, sinden juga bertambah menjadi dua orang bahkan bisa
lebih.
B.
Dampak pada Kalangan Anak Muda
Pada
zaman yang sudah modern ini kalangan anak muda lebih tertarik dengan tarik
suara modern dengan lagu-lagu barat yang pasti bisa dihafal hanya dalam beberapa
menit. Lagu-lagu yang variatif dan
banyaknya pilihan alternative music untuk dinyanyikan tentu saja membuat
kalangan anak muda lebih tertarik. Berbeda dengan sinden yang identic dengan
lagu berbahasa daerah jawa dan mengikuti suara gamelan yang lambat. Tidak
sedikit juga kalangan muda yang menganggap sinden itu membosankan dan sulit. Padahal,
kalau dilihat dan dikenal lebih dalam menjadi seorang sinden membutuhkan teknik
dan latihan yang tidak biasa.
Selain
itu, acara-acara yang diadakan untuk mengasah kemampuan sinden masih jarang
ditemui. Ada, namun sedikit dan biasanya diadakan hanya di daerah-daerah jawa
timur tidak di kota-kota besar seperti Jakarta. Begitu juga dengan maraknya
ajang pencarian bakat yang diadakan di TV tentu saja makin membuat kalangan remaja lebih mengenal tarik suara
modern dibanding dunia tarik suara tradisional. Tentu saja hal itu membuat
sinden dan tarik suara modern berbanding terbalik. Dampak dari hal tersebut
dangat dirasakan terutama di kalangan anak muda. Masih banyak anak muda yang
belum megetahui hal spesifik tentang sinden. Mungkin remaja yang bertempat
tinggal di daerah Jawa Timur masih bisa memahami hal spesifik tentang sinden.
Namun, di kota-kota besar seperti Jakarta masih sangat diragukan.
C.
Upaya yang dilakukan untuk melestarikan Sinden
Ajang
pencarian bakat “Lomba Sinden” pernah dilakukan didaerah Jawa Timur pada tahun
2014 lalu. Acara tersebut diadakan oleh pemerintah setempat dengan diikuti oleh
banyak pesinden dari daerah jawa timur. Tentu saja hal itu sangat menyadarkan
kita bahwa peminat dari pesinden itu masih banyak dan masih bisa dikembangkan serta
dikenalkan ke kalangan anak muda untuk melestarikan sinden di masa yang akan dating
kelak. Walaupun begitu, pada jaman yang modern ini sinden masih bisa dibilang salah
satu kesenian yang “kritis”.
Dengan
cara-cara sederhana kita bisa melestarikan sinden yaitu dimulai dari mempelajari
dan mengenal lebih dalam hal-hal spesifik tentang sinden. Rasa kesadaran dan
kepedulian akan “kritis-nya” kesenian sinden juga harus ditingkatkan dengan
cara mengikuti lomba-lomba yang berhubungan dengan sinden atau kita bisa mengadakan
lomba sinden sendiri. Kemudian, dengan mengikuti latihan bisa juga membantu
kita dalam melestarikan kegiatan tarik suara tradisional ini. Salah satu tempat
latihan terkenal untuk belajar menyinden adalah di SMKI (jurusan karawitan/sindhen) atau di Institut Kesenian
Indonesia yang untuk saat ini berlokasi didaerah Yogyakarta.
Menjadi sinden cilik
merupakan salah satu upaya untuk melestarikan sinden di Indonesia.
Salah
satu acara Festival Sinden Internsional pada tahun 2009 telah membuktikan bahwa
sinden adalah kesenian yang pantas dikembangkan dan diakui di mata dunia maupun
di Indonesia. Tidak hanya pesinden dari Indonesia namun pesinden dari luar
negeri juga ikut meramaikan acara. Seni Sinden berikut muatan kearifan budaya
yang berupa piwulang (ajaran) tentang
nilai-nilai moral yang terkandung dalam bait-bait tembang gubahan para pujangga
kita telah menjadi kebanggaan dunia, tak hanya bagi orang-orang Indonesia. Maka
itu sebagai kalangan anak muda kita harus bangga dan mulai melestarikan
kesenian tradisional turun menurun, yaitu Sinden
Sumber :
Langganan:
Postingan (Atom)