A. Selayang Pandang Reog
Ponorogo
Reog
ponorogo merupakan salah satu seni tarian di Jawa Timur yang sampai saat ini
masih terus di lestarikan. Reog ini merupakan kebudayaan dan kesenian asli
Indonesia. Memang budaya dan seni ini sering dikaitkan dengan hal-hal yang
berbau mistis, oleh karenanya tak jarang sering dihubungkan dengan dunia
kekuatan spiritual bahkan dunia hitam.Reog ponorogo merupakan salah satu seni
tarian di Jawa Timur yang sampai saat ini masih terus di lestarikan. Reog ini
merupakan kebudayaan dan kesenian asli Indonesia. Memang budaya dan seni ini
sering dikaitkan dengan hal-hal yang berbau mistis, oleh karenanya tak jarang
sering dihubungkan dengan dunia kekuatan spiritual bahkan dunia hitam.
B. Sejarah Asal Mula Reog Ponorogo
Meski
terdapat berbagai versi terkait asal mula reog, tapi cerita yang paling populer
dan berkembang di masyarakat adalah cerita tentang pemberontakan seorang abdi
kerajaan pada masa kerajaan Majapahit terakhir Bhre Kertabhumi yang bernama Ki
Ageng Kutu Suryonggalan. Bhre Kertabhumi merupakan raja Majapahit yang berkuasa
pada abad ke-15.
Raja ini
sangat korup dan tidak pernah memenuhi kewajiban layaknya seorang raja,
sehingga membuat Ki Ageng Kutu murka kepada sang raja. Apalagi terhadap
permaisurinya yang keturunan Cina itu memiliki pengaruh kuat terhadap kerajaan.
Bukan hanya itu saja, rekan-rekan permaisurinya yang keturunan Cina mengatur
dari atas segala gerak-geriknya. Ki Ageng Kutu memandang, kekuasaan Kerajaan
Majapahit akan berakhir. Lalu dia meninggalkan sang raja dan mendirikan
perguruan yang mengajarkan seni bela diri, ilmu kekebalan diri, dan ilmu
kesempurnaan kepada anak-anak muda. Harapannya, anak-anak muda ini akan menjadi
bibit dari kebangkitan kerajaan Majapahit kembali. Sukur-sukur bisa melakukan
perlawanan terhadap kerajaan.
Hanya saja,
Ki Ageng Kutu menyadari, bahwa pasukannya terlalu kecil melakukan perlawanan
terhadap pasukan kerajaan. Maka dari itu, Ki Ageng Kutu hanya bisa menyampaikan
pesan dan sindirian melalui pertunjukan seni Reog. Pagelaran Reog menjadi cara
Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan kepopuleran
Reog. Seni reog digunakan oleh Ki Ageng Kutu sebagai sarana mengumpulkan massa
untuk melakukan perlawanan terhadap kerajaan. Hal terpenting adalah sebagai
saluran komunikasi yang efektif bagi penguasa pada waktu itu untuk
menyindirnya.
Dalam
pertunjukannya, ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai
"Singa barong". Kemudian topeng berbentuk raja hutan, yang menjadi
simbol untuk Kertabhumi. Diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga
menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya.
Jatilan, diperankan oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan
menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit. Ini menjadi perbandingan
kontras dengan kekuatan warok, yang berada dibalik topeng badut merah yang
menjadi simbol untuk Ki Ageng Kutu. Jathilan merupakan tarian yang
menggambarkan ketangkasan prajurit berkuda yang sedang berlatih di atas kuda.
Tokohnya disebut dengan Jathil. Sementara Warok adalah orang yang memiliki
tekad suci, memberikan tuntunan dan perlindungan tanpa pamrih.
Kepopuleran
Reog Ki Ageng Kutu akhirnya menyebabkan Bhre Kertabhumi mengambil tindakan dan
menyerang perguruannya. Pemberontakan oleh warok dengan cepat diatasi, dan
perguruan dilarang untuk melanjutkan pengajaran akan warok. Namun murid-murid
Ki Ageng kutu tetap melanjutkannya secara diam-diam. Meski begitu, kesenian Reog
sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah menjadi pertunjukan
populer di antara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur baru di mana
ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono
Sewandono, Dewi Songgolangit, dan Sri Genthayu.
Versi resmi
alur cerita Reog Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja Ponorogo yang berniat
melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning Namun, di tengah perjalanan ia dicegat
oleh Raja Singabarong dari Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak
dan singa, sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan Wakilnya
Bujang Anom, dikawal oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam tariannya),
dan warok ini memiliki ilmu hitam mematikan. Seluruh tariannya merupakan tarian
perang antara Kerajaan Kediri dan Kerajaan Ponorogo, dan mengadu ilmu hitam
antara keduanya, para penari dalam keadaan "kerasukan" saat
mementaskan tariannya.
C. Reog Ponorogo pada Zaman Sekarang
Perubahan
zaman dan perilaku manusia menyebabkan terjadinya pergeseran makna yang
terkandung dalam kesenian Reog Ponorogo. Masyarakat Ponorogo saat ini
mengganggap kesenian reog merupakan pelengkap dari sebuah acara atau hanya
berupa sebuah hiburan saja. Misalnya pementaasan reog dilombakan pada
acara-acara tertentu untuk memeriahkan acara tersebut, salah satunya perlombaan
dalam festival.
Permainan
seni reog selalu diiringi dengan musik tradisional atau disebut juga dengan
gamelan. Peralatan musik yang biasanya digunakan sebagai pengiring reog yaitu
gong, terompet, kendang, ketipung, dan angklung.
Masyarakat
biasanya mementaskan reog saat acara khitanan, pernikahan, hari-hari besar
nasional, dan festival tahunan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah
Ponorogo. Festival tersebut terdiri dari Festival Reog Nasional, Festival Reog
Mini Nasional dan Pertunjukan pada Bulan Purnama yang diselenggarakan di
alun-alun Ponorogo. Festival Reog Nasional selalu dilaksanakan setiap tahun
menjelang bulan Muharam atau dalam traidisi Jawa disebut dengan bulan Suro.
Pertunjukan ini merupakan rentetan acara–acara Grebeg Suro dan Ulang Tahun Kota
Ponorogo.
Sumber referensi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar